Langsung ke konten utama

Sharing Toilet Training Aluna


Setiap anak mampu mempelajari hal yang baru, namun mungkin caranya saja yang berbeda

Ya, hal itulah yang saya yakini selama ini dan menjadi modal dasar saya dalam menerapkan pola asuh pada Aluna. Setiap anak, hadir dalam alam semesta dengan membawa “keunikan” masing-masing, mengenalkan kita karakter mereka yang berbeda, dan tentunya treatment yang berbeda pula. Tugas saya dan suami sebagai orang tua, yang juga masih kami pelajari hingga saat ini adalah bagaimana kami mampu memfasilitasi dan mendidik Aluna sesuai dengan karakter yang dibawanya sejak lahir.

Dalam ruang kali ini, saya ingin mencoba berbagi pengalaman mengenai Toilet Training yang sudah berhasil dilewati Aluna di usianya yang menginjak 2 tahun 5 bulan.

Prinsipnya sama dengan pembahasan di awal, penerapan Toilet Training juga menurut saya tidak bisa dipukul rata sama pada semua anak. Artinya, jika ada anak yang sudah berhasil menerapkan Toilet Training di usianya yang masih 1 tahun 10 bulan, sementara anak kita usia 2 tahun belum bisa menerapkannya, itu bukan berarti anak kita mengalami perkembangan yang terlambat. Asalkan masih ada adalam kisaran usia rata-rata, tidak perlu khawatir yaa, Mom.

So, pada pengalaman saya sendiri, ada beberapa step yang selayaknya memang harus kita lewati dalam melatih anak sampai berhasil Toilet Training.

Tahap Pertama, saya menyebutnya sebagai Masa Persiapan. Dalam masa persiapan ini, yang saya lakukan adalah mencari tahu berbagai sumber mengenai toilet training. Dari mulai tools sampai membaca artikel yang berhubungan dengan penerapan toilet training. Mengapa masa persiapan ini penting, moms? Menurut saya, sebagai orang tua kita harus punya wawasan yang banyak. Bukan berarti mengesampingkan kebiasaan orang tua kita dulu ya, namun seiring dengan berkembangnya zaman, pengetahuan kita pun harus upgrade. Misalnya saja mengenai usia ideal. Menurut beberapa artikel hasil research yang saya baca, rata-rata anak memulai toilet training di usia 1 tahun dan bisa  sempurna di usia 3 tahun. Jadi, usia 3 tahun itu menjadi standard saya. Contohnya, jika saat Aluna memasuki usia 2 tahun 3 bulan namun belum bisa toilet training, saya masih punya PR yang harus saya kejar selama 9 bulan ke depan.

Bicara mengenai tools, ada beberapa peralatan yang bisa digunakan dalam masa Toilet Training, yaitu Training Pants, Potty Seat, Pee Trainer, sampai Travel Potty.

Tahap Kedua, saya menyebutnya sebagai Masa Pengenalan. Setelah saya mendapatkan beberapa “bekal” pengetahuan mengenai Toilet Training, kini saatnya saya mengenalkan kepada Aluna mengenai toilet training itu sendiri. Saat itu usia Aluna 1 tahun 10 bulan dan saya memilih Soft Potty Seat (dudukan toilet) sebagai alat bantu dalam menerapkan toilet training. Sebagai permulaan, saya mengajak Aluna ngobrol dan memberi tahu nya “Aluna, latihan ya kalo mau pipis atau pup bilang sama Manda”. Setelah itu, saya ajak dia untuk pipis di toilet dengan menggunakan soft potty seat. Awalnya dia takut, karena memang belum pernah dan pasti pipisnya gak keluar. Tapi gapapa, namanya juga pertama kali ya, Mom. 

Selama masa pengenalan, saya sering menstimulus Aluna untuk belajar mengenali tanda tanda mau pipis atau pup.  Yang paling mudah dikenali adalah saat mau pup. Siapa yang setuju nih Mom? Hehee. Perubahan ekspresi akibat gerakan peristaltik otot-otot dinding usus besar yang menggerakkan feses dari saluran pencernaan menuju rektum, menimbulkan keinginan untuk “mengejan”, dan pasti sangat terlihat. Selain itu, setiap anak pun memiliki cirinya masing-masing sebagai sinyal alam itu Mom. Yang terjadi sama Aluna setiap mau pup, pasti dia akan cari semacam pegangan, buka kaki selebar bahu, lalu “ngeden” deh. Tanda-tanda seperti itu yang wajib banget kita kenali, jadi saat si anak sudah mulai “ancang-ancang”, kita bisa langsung bawa dia ke toilet.

Selain waktu pup, hal lain yang wajib banget kita kenalin adalah pipis sebelum tidur. Ini adalah satu sesi yang juga menjadi concern saya dalam masa pengenalan toilet training pada Aluna, karena ini yang menurut saya paling krusial untuk mencegah kemungkinan mengompol sampai usia besar.  Dan lagi-lagi, untuk percobaan pertama memang pasti random banget hasilnya. Pengenalan pertama, pipis pun ga keluar, malah mainin air. Yah, namanya juga usaha yaa Mom.

Di masa pengenalan ini saya belum terlalu strike yaa, dalam artian kalau memang saat dilatih belum membuahkan hasil , yaa masih relax aja. Oh ya, saya pun tidak menggunakan training pants ya Mom, jadi tetap menggunakan diapers. Kalo ditanya alasannya , honestly gak ada sih yaa. Karena menurut hemat saya, akan ada saatnya nanti Aluna merasa gak nyaman sendiri sama diapers.

Nah, masa pengenalan ini periode waktunya lumayan lama di Aluna, mom. Karena saya pake masa pengenalan ini sebagai observasi kesiapan dari Aluna juga. Percuma juga kalo saya maksain sementara Aluna nya belum siap. Yang ada, malah stress berdua nantinya. 

Frekuensi nya pun gak setiap hari, mom. Karena saya juga  harus bekerja, jadi saat Aluna diasuh sama Uwa-nya saya gak maksain untuk dilatih. Karena sebetulnya, tujuan saya juga supaya Aluna nanti berhasil toilet trainingnya di tangan saya, bukan diawali sama Uwa-nya. So, tiap weekend baru saya perkenalkan lagi. Yaa, perlahan tapi pasti yaa Mom.

Kurang lebih masa perkenalan ini secara santai saya lakukan selama 5 bulan, Mom. Jadi, saat Aluna masuk usia 2 tahun 3 bulan barulah saya naik tingkat ke tahapan yang ke-3, yaitu Masa Latihan.

Alasannya, karena di usia itu Aluna mulai tertarik ngomongin tentang sekolah, efek melihat sepupunya yang beda usia 2 tahun mulai persiapan masuk TK. Nah, keyword “sekolah” itulah yang saya jadikan senjata ampuh untuk naikin level toilet training Aluna.

Selain tahapannya yang naik level, komitmen antara saya+suami dan Aluna juga harus ikutan naik. Di saat Aluna semakin berlatih menginformasikan stimulus pipis atau pup nya kepada saya atau suami atau bahkan neneknya, kesigapan kami dalam menanggapi responnya pun harus ikutan naik. Kami pun beranjak dari masa leyeh-leyeh ala diapers, ke masa penuh kesigapan dalam rangka toilet training.  Aluna  mulai menanggalkan diapers kesayangannya dan berganti dengan panty bermotif karakter kartun lucu. 

Supaya gak “kecolongan”, saya latih Aluna dengan berulang kali bilang “Na, kalo mw pipis bilang sama Manda ya”, atau nanya sama dia “Aluna mau pipis/pup gak?”. Hal itu saya lakukan sampe mungkin Aluna agak bosen, jadi dia jawab “Iya Manda”, sambil megang pipi Mandanya. Hahahaa. Gapapa lah yaa, secara harfiah jadi emak-emak itu memang harus aktif, cerewet sedikit itu lumrah. hehe. 

Keberhasilan di dua hari pertama bisa dibilang 40%. Karena ada saatnya Aluna bisa ngerasain stimulus pipis dan bilang, ada juga saat dia gak “sempet” bilang dan terlanjur “cuuuuuurr” duluan sebelum sampe ke toilet. Sebelum tidur siang atau malam, saya ajak Aluna pipis dulu dan untuk jaga-jaga supaya kalo ngompol ga kena kasur, saya kasih alas perlak. Kalo mw praktis, bisa pake seprei waterproof yaa Mom.

Setiap malam sehabis seharian latihan tanpa diapers, saya selalu kasih reinforcement untuk Aluna. Bukan berupa hadiah, namun lebih kepada apresiasi melalui kata-kata.
Aluna pintar yaa, udah mau sekolah. Sekarang pipis / pup nya udah bilang”, di moment inilah keyword “sekolah” saya gunakan supaya Aluna terus semangat berlatih toilet training.

Di masa latihan ini selepas weekend saya sudah memberikan pesan untuk tidak memakaikan Aluna diapers ke nenek dan uwa nya yang mengasuh Aluna saat saya bekerja. Dan memang, dua hari berlatih tanpa diapers sudah mulai membuat Aluna lebih nyaman. Jadi dengan sendirinya Aluna menolak menggunakan diapers.

Setiap hari, saya mendapatkan progress yang bagus dari uwa dan neneknya Aluna. Karena disemangati dengan “sekolah”, Aluna pun sudah semakin baik dalam menginformasikan keinginan untuk pipis atau pup. Jadi, sesi “kecolongan” makin berkurang setiap harinya.

Bagaimana dengan saat bepergian? Di masa latihan ini, saya memakaikan diapers pada Aluna. Alasannya, untuk berjaga-jaga khawatir dia mau pipis/pup saat masih di tengah jalan. Namun mungkin karena sudah terbiasa tidak menggunakan diapers, Aluna tidak mau lagi pipis di diapers.

Beberapa kali saat tidur malam pun saya coba pakaikan diapers. Namun, diapersnya kering dan setiap bangun tidur pasti minta pipis di toilet. Inilah indikasi bahwa Aluna sudah terbiasa toilet training dan siap masuk ke tahapan yang paling atas yaitu implementasi.

Di masa implementasi ini, proses toilet training sudah semakin smooth. Aluna juga sudah semakin disiplin dalam merespon stimulus pipis atau pupnya. Saat ini pun saya sedang meng-upgrade keterampilan Aluna dengan bagaimana cara membasuh Miss V nya dengan air, lalu mengeringkannya dengan tissue setiap habis pipis. Tentunya masih dibawah pengawasan ya, Mom.

Dengan sering turut serta melibatkan anak dalam kegiatan sederhana sehari-hari, selain semangat yang akan tumbuh dalam diri anak, rasa kepercayaan dirinya pun  akan semakin terpupuk, sehingga di masa mendatang si anak akan semakin siap menghadapi dunia luar yang penuh tantangan.

Nah, sekian deh Mom sharing pengalaman toilet trainingnya Aluna. Intinya memang kita harus pintar-pintar mengenai cara belajar anak kita, supaya bisa tepat sasaran. 

Semangat yaa buat para Mom semua. Salam bahagia :) 


Komentar

Postingan populer dari blog ini

Cerita Kehamilan Ektopik (Ectopic Pregnancy)

“Perjalanan Bangkit dari Ectopic Pregnancy (Kehamilan Ektopik)” Tergugah untuk share tentang pengalaman ini sebagai tanda "kekuatan" untuk para pejuang KE di luar sana.. Beginning . . . 06 Desember 2014 saya menikah. Sebagai pasangan pengantin baru, keinginan yang paling membludak dalam hati adalah “memiliki anak”. Apakah itu wajar? Ya, pastilah sangat wajar. Salah satu tujuan berumah tangga pasti untuk memiliki keturunan, generasi penerus dalam keluarga. Ditambah lagi, saat bertemu kerabat atau teman, pertanyaan yang paling sering mereka lontarkan adalah “Sudah hamil belum?”, dibandingkan dengan bertanya mengenai kabar diri saya atau suami sendiri. Jadilah, saya semakin gundah gulana saat bulan Januari kok “tamu bulanan” masih datang juga. Ah, pasti ada yang salah nih dengan metode “reproduksi anak” yang saya dan suami lakukan. Jadilah saya merengek pada suami untuk mencari tahu dan bertanya pada teman-temannya yang istrinya “cepat hamil”, bagaimana sih metode re

Tingkah Laku Inovatif

Definisi Tingkah Laku Inovatif.. Semakin bertambahnya persaingan di dunia bisnis saat ini menuntut organisasi untuk melakukan inovasi guna kepentingan perubahan dalam bertahan dan berkompetisi. Inovasi dalam sebuah organisasi dapat terjadi jika organisasi memiliki karyawan dengan tingkah laku inovatif yang tinggi. Karyawan yang berinisiatif untuk melakukan inovasi pada organisasinya memang dapat memberikan kontribusi yang positif terhadap efektivitas organisasi (Ancona & Caldwell; Amabile; &Kanter dalam Nindyati, 2009). Scott dan Bruce (dalam Carmeli, Meitar, & Weisberg, 2006) juga menemukan bahwa tingkah laku inovatif yang dilakukan oleh individu merupakan pondasi bagi high performance sebuah perusahaan. Ditambah lagi, karyawan yang produktif pada saat ini adalah karyawan yang termasuk ke dalam generasi Y. Karakteristik khusus dari generasi Y ini adalah keinginan melakukan inovasi. Keberhasilan dari hal ini adalah adanya tingkah laku yang nyata untuk mewujudkan inovas

Ruang Rindu

Ada rasa  yang bergetar hebat kala kudengar seseorang menyebut namamu Apa benar ini yang pernah kupasrahkan ? Apa rasa penuh kecambuk ini yang selalu kubanggakan?  Anganku pun melayang menuju beberapa memori yang telah terbunuh oleh waktu  Saat dengan mesranya kedua bola mata kita saling bertemu Lisan menari indah saling membalas pujian Dan hati yang perlahan mulai disemai kebahagiaan  Tak ada satupun di antara mereka yang habis terkikis dalam ingatanku Pun tidak ada pula yang hancur lebur bagai serpihan abu..  Waktu memang telah menunjukkan keperkasaannya padaku  Semenjak ia merenggut ramahnya kepribadianmu dari dekapanku   Namun jemariku akan tetap menggoreskan namamu  Di atas lembaran putih yang aku warnai dengan rindu  . .  Hai kamu Si Pengisi Ruang Hatiku, apa kabarmu??